Warga Terus Dirugikan, Jalan Provinsi Jadi Maut Akibat Truk Perusahaan
LINTAS Time – Bukan sekadar keluhan biasa. Warga Kutai Timur, terutama yang melintasi jalur provinsi Marang Kayu–Teluk Pandan, hidup dalam kekhawatiran setiap hari. Jalan yang seharusnya jadi penghubung antardaerah kini berubah menjadi lintasan maut akibat lalu lalang kendaraan berat perusahaan.
Haji Sapri, tokoh masyarakat Kutim, menyuarakan keresahan yang semakin memuncak. Truk trailer dan lowboy bermuatan lebih dari 10 ton bukan hanya mempercepat kerusakan jalan, tapi juga menjadi momok bagi keselamatan pengguna jalan.
“Kendaraan berat seringkali menyebabkan korban jiwa. Kami naik mobil di belakang mereka tidak bisa lewat. Kalau malam lampunya menyilaukan, siang mereka ambil semua badan jalan. Kami masyarakat terus dirugikan,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Ia mendesak Pemprov Kalimantan Timur segera mengambil tindakan tegas. Bukan hanya mengatur jam operasional, tetapi juga mengalihkan kendaraan berat ke jalur laut yang lebih aman dan minim risiko sosial.
“Kalau tidak ditindak, kami akan bertindak. Kami akan turunkan 100 orang untuk menyetop. Tapi jangan salahkan kami, jangan benturkan kami dengan petugas,” ujarnya menegaskan.
Menurut Sapri, pelabuhan yang ada seperti di Damanka dan Batu Putih bisa dimanfaatkan untuk pengangkutan alat berat. Ia menilai, perusahaan besar tak seharusnya menikmati untung besar tapi meninggalkan kerusakan bagi masyarakat.
Keluhan senada datang dari mantan anggota DPRD Kutim, Herlang Mappatitti. Ia prihatin melihat jalan-jalan yang terus rusak dan berlubang akibat truk bermuatan hingga 60 ton—padahal aturan hanya memperbolehkan 10 ton.
“Banyak masyarakat yang jatuh, tersenggol. Ini bukan sekadar soal jalan rusak, tapi soal nyawa. Pemerintah harus bertindak,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan pemanfaatan pelabuhan-pelabuhan di Kutim seperti KPC, Maloy, dan dermaga swasta milik masyarakat. Selain mengurangi beban jalan, solusi ini bisa membuka peluang kerja dan meningkatkan PAD.
Di tengah diamnya pemerintah, suara warga terus bergema. Jika tak segera ada perubahan, bukan tak mungkin jalanan akan berubah jadi arena protes terbuka.(*/One/ute).
Tinggalkan Balasan