19 Juli 2025

Wakil Bupati Kutim dan PT APE Hijaukan Teluk Lingga

Penanaman 4.000 bibit mangrove menjadi simbol perlawanan terhadap abrasi dan pencemaran pesisir Kutai Timur.

LINTAS time- Lumpur menempel di sepatu Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim), Mahyunadi, saat melangkah ke garis pantai Teluk Lingga, Kamis pagi, 12 Juni 2025. Ia memegang sebatang bibit mangrove, lalu menancapkannya perlahan ke tanah berlumpur yang tergenang air pasang. Di sekelilingnya, puluhan peserta dari unsur pemerintah, perusahaan, dan komunitas ikut melakukan hal serupa. Total ada 4.000 bibit pohon yang ditanam di lokasi itu.

Kegiatan ini merupakan bagian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup 2025, yang digagas oleh PT Arkara Prathama Energi (APE) bersama platform teknologi lingkungan Jejakin dan Pemerintah Kabupaten Kutim. Tujuannya tak main-main: menyelamatkan pesisir daerah ini yang perlahan terkikis abrasi dan terancam pencemaran.

“Menanam itu menciptakan kehidupan baru,” kata Mahyunadi dalam sambutannya. “Kalau ini dijaga dengan baik, kita bukan hanya menyelamatkan lingkungan, tapi juga membangun masa depan Kutai Timur.”

Pesisir Teluk Lingga telah lama menjadi perhatian pegiat lingkungan. Alih fungsi lahan, limbah, serta pembangunan kawasan tanpa perhitungan ekologis menyebabkan mangrove di wilayah ini berkurang signifikan. Sementara itu, abrasi mulai menggerus garis pantai hingga ke pemukiman nelayan. Data dari komunitas Alien Mangrove Fish Sanctuary menyebutkan, rata-rata abrasi mencapai 2 meter per tahun di beberapa titik.

Agenda tanam mangrove yang digelar PT APE merupakan respons atas surat edaran Inspektur Tambang Kementerian ESDM, yang mendorong perusahaan tambang menjalankan program lingkungan berkelanjutan. Akhmad Warsip, perwakilan APE, menyebut program ini tidak boleh berhenti sebagai formalitas.

“Kami tidak ingin ini berhenti di seremoni. Kami ingin ini jadi ekosistem pembelajaran, terutama bagi generasi muda,” katanya.

Dalam kegiatan itu, APE juga menyerahkan sejumlah simbol kontribusi lingkungan. Plakat kerja sama kepada pemerintah daerah, makanan bergizi kepada siswa SDN 06 Sangatta Utara, hingga bibit terumbu karang untuk komunitas nelayan. Bahkan, media tanam terumbu karang diserahkan langsung oleh Danlanal Sangatta kepada komunitas pemuda pesisir.

Jejakin, platform digital yang fokus pada pencatatan jejak karbon dan pelestarian alam, akan memantau pertumbuhan mangrove melalui dashboard digital. Publik juga dapat mengakses perkembangan kawasan tanam secara berkala. “Kami ingin ekosistem pelestarian mangrove ini transparan dan partisipatif,” kata Dewi Bintang, perwakilan Jejakin.

Bagi sebagian aktivis lingkungan, pelibatan teknologi dalam konservasi ini menjadi langkah maju. Namun mereka mengingatkan bahwa teknologi bukan jaminan keberhasilan jika tidak dibarengi komitmen jangka panjang.

“Butuh dana, waktu, dan konsistensi untuk perawatan mangrove,” kata Faisal, aktivis dari komunitas Alien Mangrove. “Tanpa itu, tanaman bisa mati sebelum usia sebulan.”

Pemkab Kutim mengklaim siap mendukung penuh agenda pelestarian lingkungan. Mahyunadi menyebut, jika dibutuhkan, perawatan mangrove bisa dimasukkan dalam skema penganggaran daerah. “Kita tak ingin kegiatan ini berhenti hari ini,” ujarnya.

Langkah seperti ini dinilai penting untuk mengubah cara pandang terhadap reklamasi ekologi, khususnya di daerah dengan aktivitas pertambangan dan industri ekstraktif seperti Kutim. Apalagi, banyak proyek infrastruktur pesisir di masa lalu dilakukan tanpa studi ekologis yang matang.

Dari pantai Teluk Lingga, 4.000 mangrove baru kini tumbuh. Perlahan, tapi pasti. Mereka bukan hanya tanaman, tapi penanda arah baru: bahwa menjaga alam bukan semata tugas negara, tapi agenda bersama.(PWRI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini